Friday, January 2, 2015
Home »
» TINJAUAN PUSTAKA PENGEMBANGAN MONUMEN TEMPAT LAHIR JENDERALSOEDIRMAN DI DESA BANTARBARANG REMBANG PURBALINGGA
TINJAUAN PUSTAKA PENGEMBANGAN MONUMEN TEMPAT LAHIR JENDERALSOEDIRMAN DI DESA BANTARBARANG REMBANG PURBALINGGA
2.1 Pendapatan Asli Daerah
Dalam sistem atau bentuk perekonomian khususnya perekonomian daerah, peran pemerintah daerah mutlak diperlukan tidak hanya sebagai penyedia akan jasa dan barang publik meainkan juga memelihara kestabilan ekonomi, mempercepat pertumbuhan ekonomi, serta memperbaiki distribusi pendapatan di wilayah-wilayah daerahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarakan Peraturan Daerah sesuai perundang-undangan. Sampai saat ini yang termasuk Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri dan didapat melalui pajak daerah, retribusi daerah, BUMD, dan hasil kerjasama dengan pihak ketiga.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari
1. Hasil Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan daerah yang dipergunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik.
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah adalah ;
a. Pajak daerah berasal dari Pajak Negara yang dipisahkan oleh daerah sebagai pajak daerah.
b. Penyerahan pajak daerah dilakukan berdasarkan peraturan daerah.
c. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan peraturan hukum yang berlaku lainnya.
2. Hasil retribusi Daerah
Menurut UU No 34 Tahun 2000, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah dibagi tiga golongan yaitu ;
a. Retribusi Jasa Umum, yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan
b. Retribusi jasa Usaha, yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan misalnya : retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong hewan dan lain-lain.
c. Retribusi Perijinan tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, sarana, prasarana atau fasilitas terentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Perijinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralsasi (Pasal 18 ayat (2) UU No.34 Tahun 2000)
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Adalah bagian keuntungan atau laba bersih dari perusahaan daerah atau badan lain yang merupakan BUMD sedang perusahaaan daerah ialah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.
4. Lain-lain usaha daerah yang sah
Sumber pendapatan daerah lainnya adalah Dinas-Dinas Daerah serta pendapatan-pendapatan lainnya yang diperoleh secara sah oleh pemerintah daerah (Situmorang, 1993:211). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah selain pajak, retribusi dan perusahaan daerah maka daerah berhak mendapatkan sumber daerah itu sendiri. Lain-lain usaha daerah yang sah merupakan usaha daerah (bukan usaha perusahaan daerah) dapat dilakukan oleh suatu aparat Pemerintah Daerah (dinas) yang dalam kegiatannya menghasilkan suatu barang atau jasa yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dengan ganti rugi (Yuningsih, 2005: 34)
2.2 Pengertian Pariwisata
Istilah pariwisata terlahir dari bahasa Sansekerta yang komponen- komponennya terdiri dari : “Pari” yang berarti penuh, lengkap, berkeliling; “Wis(man)” yang berarti rumah, properti, kampung, komunitas; dan “ata” berarti pergi terus-menerus, mengembara (roaming about) yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, berarti : pergi secara lengkap meningggalkan rumah (kampung) berkeliling terus menerus dan tidak bermaksud untuk menetap di tempat yang menjadi tujuan perjalanan (Pendit, 2002 : 3)
Konsep pariwisata menurut Burkart dan Medlik (1981 : 46 ). Wisatawan memiliki empat ciri, diantaranya adalah :
a. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan dan tinggal diberbagai tempat tujuan.
b. Tempat tujuan wisatawan berbeda dari tempat tinggal dan tempat kerjanya sehari-hari, karena itu kegiatan wisatawan tidak sama dengan kegiatan penduduk yang berdiam dan bekerja di tempat tujuan wisata.
c. Wisatawan bermaksud pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan- bulanan, karena perjalanan itu bersifat sementara dan berjangka panjang.
d. Wisatawan melakukan perjalanan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap di tempat tujuan atau bekerja untuk mencari nafkah.
Menurut Cohen (1974:533) seorang wisatawan adalah seorang pelancong yang melakukan perjalanan atas kemauan sendiri dan untuk waktu sementara dengan harapan mendapat kenikmatan dari hal-hal baru dan perubahan yang dialami selama dalam perjalanan yang relatif lama dan tidak berulang.
Menurut Cohen (1974:533), konsep pariwisata adalah sebuah konsep yang jernih, garis-garis batas antara peran wisatawan dan bukan peran wisatawan sangat kabur, dan banyak mengandung kategori antara. Ada tujuh ciri perjalanan wisata, menurut pendapatnya yang membedakan wisatawan dari orang-orang lain yang juga bepergian adalah sebagai berikut :
a. Sementara, untuk membedakan perjalanan tiada henti yang dilakukan petualang (Tramp) dan pengembara (Nomad)
b. Sukarela atau atas kemauan sendiri, untuk membedakan perjalanan yang harus dilakukan orang yang diasingkan dan pengungsi.
c. Perjalanan pulang pergi, untuk membedakan dari perjalanan satu arah yang dilakukan orang yang pindah ke negara lain (Migran)
d. Relatif lama, untuk membedakan dari perjalanan pesiar (excursion) bepergian (Tripper)
e. Tidak berulang-ulang, untuk membedakan perjalanan berkali-kali yang dilakukan orang yang memiliki rumah istirahat (Holiday house owner)
f. Tidak sebagai alat, untuk membedakan dari perjalanan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain, seperti perjalanan dalam rangka usaha, perjalanan yang dilakukan pedagang dan orang yang berziarah
g. Untuk sesuatu yang baru dan berubah, untuk membedakan dari perjalanan untuk tujuan-tujuan lain seperti misalnya menuntut ilmu
h. Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan untuk melakukan kegiatan yang bukan untuk menghasilkan upah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ngin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan dan keperluan usaha lainnya.
Menurut Robinson dalam Pitana (2005:40), pariwisata berkembang karena adanya gerakan manusia dalam mencari sesuatu yang belum diketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana, atau untuk mendapat perjalanan baru.
2.3 Obyek Wisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/Negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjng ke suatu tempat/daerah/Negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi , 2001 : 30). Dalam Undang-Undang No 9 tahun 1990, obyek dan daya tarik wisata adalah segala yang menjadi sarana perjalanan wisata.
Menurut Mappi (2001 : 30-33) Objek wisata dikelompokan ke dalam tiga jenis, yaitu :
a. Objek wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain-lain.
b. Objek wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradisional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), adat istiadat lokal, museum dan lain-lain.
c. Objek wisata buatan, misalnya : sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusat-pusat perbelanjaan dan lain- lain
Dalam membangun obyek wisata tersebut harus memperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat, sosial budaya daerah setempat, nilai-nilai agama, adat istiadat, lingkungan hidup, dan obyek wisata itu sendiri. Pembangunan obyek dan daya tarik wisata dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha maupun Perseorangan dengan melibatkan dan bekerjasama pihak-pihak yang terkait.
Menurut UU No. 9 Tahun 1990 disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri dari :
a. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, obyek wisata dapat diklasifikasikan menjadi dua macam wisata yaitu wisata buatan manusia dan wisata alam.
2.4 Motivasi Berwisata
Motivasi merupakan faktor penting bagi calon wisatawan dalam mengambil keputusan mengenai daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi. Calon wisatawan akan mempersepsi daerah tujuan wisata yang memungkinkan, dimana persepsi ini dihasilkan oleh preferensi individual, pengelaman sebelumnya dan informasi yang didapatkan.
Menurut Handoko (1996 : 256), Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Hal ini selaras dengan pendapatan Rivai (2004:455), motivasi merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible tetapi memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal. Intosh dan Murphy dalam Pitana (2005:48) mengungkapkan empat jenis motivasi melakukan perjalanan, yaitu :
1. Physical of physiological motivation (motivasi yang bersifat fisik atau fisiologis), antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai dan sebagainya
2. Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi, kesenian daerah serta objek tinggalan budaya daerah
3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat sosial), seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui rekan kerja, melakukan ziarah dan pelarian dari kebiasaan-kebiasaan yang membosankan
4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa di daerah lain akan bias lepas dari rutinitas keseharian yang menjemukan, dan ego-enhacement yang memberikan kepuasan psikologis.
Motivasi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Secara intrinsik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan dan keinginan dari manusia itu sendiri. Hal ini berbeda dengan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang terbentuk dan dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti norma, sosial pengaruh atau tekanan keluarga, dan situasi kerja. Motivasi tersebut terinternalisasi, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi kebutuhan psikologis.
Ditinjau dari perspektif fungsionalisme, motivasi wisatawan untuk melepaskan diri sejenak dari kegiatan rutin berfungsi untuk mengembalikan harmonis di masyarakat. Secara individual, perilaku wisatawan dipandang sebagai salah satu bentuk terapi. Di dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, perilaku wisatawan tersebut akan menjadi suatu cara untuk melakukan terapi sosial (Sharpley dalam Pitana, 2005 : 60)
Secara lebih terperinci Kripendroff (1997) dalam Pitana (2005:62) menyatakan bahwa perjalanan wisata memiliki manfaat sebagai wahana penyegaran dan regenerasi fisik dan mental, wahana integrasi sosial bagi mereka yang dirumahnya merasa teralienasi (terasingkan), pelarian dari situasi keseharian yang penuh ketegangan, rutinitas yang menjemukan atau kejenuhan-kejenuhan karena beban kerja, sarana untuk dapat mengeluarkan perasaannya, melalui komunikasi dengan orang lain, termasuk dengan masyarakat lokal. Wahana untuk mengembangkan wawasan, wahana untuk mendapatkan kebebasan dengan secular ritual, ataupun dengan berbagai inversi yang dapat dilakukan, serta sesuatu yang menyenangkan, membuat hidup lebih bahagia.
2.5 Faktor Pendorong Pengembangan Obyek Wisata
Faktor pendorong adalah hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu kegiatan, usaha atau produksi (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online). Modal kepariwisataan (tourism assets) sering disebut sumber kepariwisataan (tourism resources). Suatu daerah atau tempat hanya dapat menjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dikembangkan menjadi atraksi wisata. Apa yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata itulah yang disebut modal atau sumber kepariwisataaan (Setianingsih, 2006 : 39). Modal kepariwisataan itu mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata, sedang atraksi wisata itu sudah tentu harus komplementer dengan motif perjalanan wisata. Maka untuk menemukan potensi kepariwisataan suatu daerah harus berpedoman kepada apa yang dicari oleh wisatawan.
Menurut Soekadijo dalam Setianingsih (2006:39) modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga diantaranya :
a. Modal dan potensi alam, alam merupakan salah satu faktor pendorong seorang melakukan perjalanan wisata karena ada orang berwisata hanya sekedar menikmati keindahan alam, ketenangan alam, serta ingin menikmati keaslian fisik, flora dan faunanya.
b. Modal dan potensi kebudayaannnya. Yang dimaksud potensi kebudayaan disini merupakan kebudayaan dalam arti luas bukan hanya meliputi seperti kesenian atau kehidupan keraton dll. Akan tetapi meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sehingga diharapkan wisatawan atau pengunjung bisa tertahan dan dapat menghabiskan waktu di tengah-tengah masyarakat dengan kebudayaannya yang dianggap menarik.
c. Modal dan potensi manusia. Manusia dapat dijadikan atraksi wisata yang berupa keunikan-keunikan adat istiadat maupun kehidupannya namun jangan sampai martabat dari manusia tersebut direndahkan sehingga kehilangan martabatnya sebagai manusia.
2.6 Faktor Penghambat Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan obyek wisata pastilah tidak lepas dengan adanya faktor- faktor penghambat. Beberapa permasalahan yang menyebabkan kurangnya daya tarik wisata obyek wisata yang ada adalah belum tertatanya dengan baik berbagai macam potensi wisata maupun sarana dan prasarana obyek wisata yang ada.
Masih rendahnya kualitas pariwisata diakibatkan karena kurangnya pengembangan, pengelolaan, dan perawatan terhadap potensi wisata. Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang pariwisata juga merupakan penyebab masih rendahnya kualitas pariwisata. Hal tersebut merupakan dampak dari kurangnya alokasi anggaran dana yang diperuntukan bagi pengembangan sektor pariwisata. Kurangnya perhatian pemerintah Kabupaten untuk mengembangkan potensi wisata dan belum ditempatkannya prioritas terhadap pengembangan sektor pariwisata merupakan beberapa penyebab masih belum optimalnya usaha peningkatan kualitas pariwisata (Heri, 2011 : 24)
2.7 Pengembangan Obyek Wisata
Pengembangan pariwisata bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Basis pengembangan pariwisata adalah potensi sumber daya keragaman budaya, seni, dan alam (pesona alam). Pengembangan sumber daya tersebut dikelola melalui pendekatan peningkatan nilai tambah sumber daya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam rangka pengembangan pariwisata.
Dalam GBHN 1999 disebutkan bahwa mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, agronomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka pembangunan kepariwisataan memiliki 3 (tiga) fungsi atau tri-fungsi, yaitu :
a. Menggalakkan kegiatan ekonomi.
b. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup,
c. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa serta menanamkan jiwa, semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional.
Berdasarkan itu untuk tercapainya tri-fungsi tersebut maka harus ditempuh 3 (tiga) macam upaya, yaitu :
a. Pengembangan obyek dan daya tarik wisata.
b. Meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran
c. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan (Setianingsih, 2006: 44).
Menurut Wahab (2003 : 110) ada dua hal yang dapat ditawarkan kepada wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, dimana kedua hal tersebut dapat berupa alamiah atau buatan manusia, yaitu :
1. Sumber-sumber alam
a. Iklim : udara lembut, bersinar matahari, kering dan bersih.
b. Tata letak tanah dan pemandangan alam : dataran, pegunungan yang berpanorama indah, danau, sungai, pantai, bentuk-bentuk yang unik, pemandangan yang indah, air terjun, daerah (gunung berapi, gua dll)
c. Unsur rimba : hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan sebagainya
d. Flora dan fauna : tumbuhan aneh, barang-barang beragam jenis dan warna, kemungkinan memancing, berburu dan bersafari foto binatang buas, taman nasional dan taman suaka binatang buas dan sebagainya.
e. Pusat-pusat kesehatan : sumber air mineral alami, kolam lumpur berkhasiat untuk mandi, sumber air panas untuk penyembuhan penyakit dan sebagainya.
2. Hasil karya buatan manusia yang ditawarkan :
a. Yang berdiri sejarah, budaya dan agama :
1) Monumen - monumen dan peninggalan-peninggalan bersejarah dari masa lalu.
2) Tempat - tempat budaya seperti museum, gedung kesenian, tugu peringatan, perpustakaan, pentas-pentas budaya rakyat, industri seni kerajinan tangan dan lain-lain.
3) Perayaan-perayaan tradisional, pameran-pameran, eksebisi, karnaval, upacara-upacara adat, ziarah-ziarah dan sebagainya.
4) Bangunan-bangunan raksasa dan biara-biara keagamaan.
b. Prasarana-prasarana
1) Sistem penyediaan air bersih, kelistrikan, jalur-jalur lalu lintas, sistem pembuangan limbah, sistem telekomunikasi dan lain-lain.
2) Kebutuhan pokok pola hidup modern misalnya.
3) Rumah sakit, apotek, bank, pusat-pusat perbelanjaan, rumah - rumah penata rambut, toko-toko bahan makanan, kantor-kantor pemerintah (polisi, penguasa setempat, pengadilan dan sebagainya), kedai obat, toko-toko kacamata,warung-warung surat kabar, toko-toko buku, bengkel-bengkel kendaraan bermotor, pompa-pompa bensin dan lain-lain.
c. Prasarana wisata yang meliputi
1) Tempat penginapan wisatawan
2) Tempat menemui wisatawan
3) Tempat-tempat rekreasi dan sport : fasilitas sport untuk musim dingin dan panas, fasilitas perlengkapan sport darat dan air dan lain-lain.
d. Sarana pencapaian dan alat transportasi penunjang : meliputi pelabuhan udara, laut bagi negara-negara yang berbatasan dengan laut, sungai atau danau multinasional, keret api dan alat transportasi darat lainnya, kapal-kapal, sistem angkutan udara, angkutan di pegunungan dan lain-lain.
e. Sarana pelengkap : seperti halnya prasarana, maka sarana pelengkap ini berbeda menurut keadaan perkembangan suatu negara. Pada umumnya sarana ini meliputi gedung-gedung yang menjadi sumber produksi jasa-jasa yang cukup penting tetapi tidak mutlak diperlukan oleh wisatawan. Umumnya sarana pelengkap ini bersifat rekreasi dan hiburan seperti misalnya gedung-gedung, sandiwara, bioskop, kasino, night club, kedai-kedai minum, warung-warung kopi, klub- klub dan lain-lain.
f. Pola hidup masyarakat yang sudah menjadi salah satu khasanah wisata yang sangat penting. Cara hidup bangsa, sikap, makanan dan sikap pandangan hidup, kebiasaan, tradisi, adat istiadat semua itu menjadi kekayaan budaya yang menarik wisatawan ke negara mereka. Hal ini berlaku khususnya Negara - negara sedang berkembang yang masyarakat tradisionalnya berbeda dari masyarakat tempat wisatawan itu berasal. Modal dasar yang penting yakni sikap bangsa dari negara tersebut terhadap wisatawan misalnya keramah tamahan warga sekitar, keakraban, rasa suka menolong dan tidak bertindak mengeksploitasi dan lain-lain.
Menurut Pendit (2002:11) industri parwisata harus ditegakkan di atas landasan prinsip-prinsip dasar yang nyata yang disebut dasar unsur atau dasasila yang meliputi politik, pemerintahan, perasaan ingin tahu, sifat ramah tamah, jarak waktu, atraksi, akomodasi, pengangkutan, harga-harga, publisitas dan promosi serta kesempatan berbelanja. Bagi suatu daerah yang ingin mengembangkan atau membangun industri pariwisata maka harus memperhatikan dasasila pariwisata sebagai landasan perhitungan bagi perencanaan sehingga industri pariwisata dapat memberi hasil yang maksimal bagi pembangunan daerah yang bersangkutan.
Pengembangan kepariwisataan tentu tidak luput dengan pembangunan yang berkelanjutan untuk mendorong pengembangan objek wisata dalam hal ini menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pasal (5), menyatakan bahwa Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat obyek-obyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata, kemudian pasal (6) dinyatakan bahwa, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan :
1. Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.
2. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.
4. Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri.
0 comments:
Post a Comment